Belajar dari seorang bibi

Kami punya seorang bibi yang membantu pekerjaan rumah tangga sejak tahun 2015. Si bibi seorang janda beranak 2 dan sudah memiliki cucu. Masih cukup muda untuk ukuran perempuan seumurnya untuk punya cucu. Dia berniat bekerja agar bisa menghidupi dirinya dan ibunya di desa. Si bibi tinggal bersama kami dan kami ijinkan untuk pulang ke desa sebulan sekali atau kalau ada keperluan.   

Untuk standar pekerjaan, dia tidak memenuhi standar ibu saya yang sangat perfeksionis. Tapi buat saya, yang penting beberapa pekerjaan rumah bisa teratasi. Saya bertanggungjawab untuk memoles pekerjaan yang harus sempurna menurut standar ibu saya walaupun kadang tidak bisa saya penuhi juga. Tapi kami harus tetap bersyukur karena si bibi sudah banyak membantu. 

Beberapa bulan yang lalu, dia menangis karena anak perempuannya pergi menjadi seorang tenaga kerja ke Malaysia dan meninggalkan anaknya tanpa pamit. Perasaannya campur aduk dan dia bekerja sambil sesenggukan. Dia membayangkan nasib cucunya yang masih dalam usia menyusui harus berhenti mendapatkan asupan gizi sempurna secara tiba-tiba. Dan akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke desa dan ingin tetap bekerja di rumah walaupun harus bolak-balik. Tapi kami tolak. Jarak desanya ke Mataram ditempuh dalam waktu 30 menit dan ongkos ojek sekali jalan adalah Rp 15.000. Artinya dia akan habiskan hampir sebagian uang penghasilannya untuk trasnport. Kami tahu dia bingung darimana dia bisa menghidupi ibunya, dia dan cucunya. Tapi Alhamdulillah Allah Maha Penyayang, dia mendapat kabar kalau anaknya bekerja di keluarga yang baik sehingga dia tidak perlu khawatir berlebihan. Dan si bibi tetap bekerja seminggu sekali atau kadang 2 kali dalam seminggu tergantung keperluan. 

Baru beberapa hari yang lalu si bibi membantu pekerjaan di rumah tapi dia menanyakan kapan bisa ke rumah lagi. Wah anak-anak bisa libur bekerja kalau bibi kesertingan datang...hahaha. Saya bilang khan jadwalnya seminggu sekali. Akhirnya dia sms saya. Ternyata dia diminta sumbangan untuk pembangunan mesjid yang lokasinya persis disebelah rumahnya. Jadi dia ingin bekerja agar bisa menyumbangkan uangnya untuk keperluan pembangunan mesjid. Masya Allah!

Rasul pernah bersabda

Siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah no. 738. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Semoga Allah selalu mudahkan niat baik orang-orang yang ingin membangun mesjid. Tapi tentu tidak hanya berhenti sampai disitu saja, karena yang penting pula adalah bagaimana ummat bisa memakmurkan mesjid-mesjidnya seperti firman Allah

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)” (QS At-Taubah: 18). 



Comments

masrafa.com said…
masya Allah, bibi ... smoga selalu berlimpah berkah, nikmat iman dan kesehatan. Aamiin ya Rabb

Popular posts from this blog

Tukang pijat

Gado-gado

Kebiasaan baru