Permakultur dan Bumi Langit Institute

Bumi Langit selalu diasosiasikan dengan permakultur, pertanian organik, warung Bumi, Obama, mie lethek dan tentu sang pemilik, Pak Iskandar Waworuntu. Buat saya, permakultur adalah kata yang membawa saya mengenal Bumi Langit Institute.

Berawal ketika Michele, seorang volunteer dari Australia yang senang ikut kegiatan saya di kebun, bercerita tentang konsep permakultur yang diinsiasi oleh Bill Mollison. Ah ternyata kebun saya sudah mirip2 sedikit dengan konsep permakultur. Saya menerapkan tumpang sari, menggunakan mulsa sekam untuk menjaga kelembaban tanah, menggunakan kompos dari kotoran ternak sampai membuat banana circle. Tapi konsep itu tidak saya terapkan dengan benar ditambah tidak konsistennya saya berkebun. Kesibukan kerja membuat saya jarang ke kebun yang jaraknya hanya 15 menit dari rumah dan penjaga kebun selalu membuat kejutan setiap kali saya punya kesempatan ke kebun. Satu petak hanya diisi satu jenis tanaman, sorghum, jagung dan tebu tersebar nggak jelas, tanah tidak ditutupi sekam dan banana circle ada sampah plastiknya...hmm, resiko punya kebun yang terbuka dan tetangga bisa hilir mudik melewati kebun. Kalau sudah begini, saya tidak ingin bermain tanah dan memangkas daun dan hanya memilih untuk duduk di berugaq sambil menikmati urap, telur dadar ayam kampung, nasi hangat dan teh daun telang buatan istri penjaga kebun.

Kata permakultur hilang begitu saja dan saya lebih menikmati hari2 saya bekerja di pesisir atau pulau2 kecil untuk diving atau snorkeling. Walaupun saya tetap mengungjungi kebun, tapi hanya  sekedar memetik beberapa sayur yang ditanam di beberapa petak lahan, memetik buah yang sedang musim atau memotong heliconia yang sedang berbunga untuk dipajang di rumah atau kantor.

Beberapa tahun lalu, saya bertemu Michele di Melbourne. Kami duduk disebuah kedai makan Vietnam, bercerita tentang kapal, diving, surfing dan tentu kegiatan berkebun kami. Saya sempat mengunjungi tempat tinggal Michele, sebuah rumah bergaya Victoria yang cantik dengan kebun mungilnya yang tidak kalah menawan. Dia bercerita tentang rencananya untuk melanjutkan studi dibidang pertanian di Univerisity of Melbourne dan topik permakulturpun jadi obrolan seru lagi. Semenjak itu  kata permakultur mulai menari-nari dibenak saya. Dan sayapun mulai banyak mencari informasi tentang permakultur di Indonesia. Pencarianpun membawa saya membaca dan mendengar tentang Bumi Langit Institute dan membuat saya semakin jatuh cinta dengan permakultur. Sejak dua tahun lalu saya berniat untuk belajar Permaculture Design Course (PDC) dan alhamdulillah bisa ikutan PDC bulan November ini. Saya berniat ingin membereskan kebun saya dan menerapkan konsep permakultur dengan benar.

Dengan 30 peserta dan hanya 6 perempuan, kelas ini jadi seru. Seru dong, kami punya latar belakang yang beragam tapi punya satu tujuan untuk belajar lebih banyak tentang permakultur dan bagaimana menerapkannya. Tambah seru saat salah satu peserta ternyata punya tujuan yang berbeda dan kami tidak habis pikir bagaimana dia menikmati 2 minggu belajar hal yang tidak terpikirkan sebelumnya. Semoga dia dapat perncerahan...hahaha

Setiap tempat di kawasan Bumi Langit yang luasnya 3 hektar lebih ini adalah tempat belajar buat kami. Mulai dari elemen-elemen di alam, lanskap, aliran air dan udara, sistem berkebun dari pembibitan hingga pemeliharaan bedeng, bagaimana air dimanfaatkan kembali, pengelolaan ternak dan energi terbarukan serta menu enak yang tersedia di Warung Bumi. Dua belas prinsip permakultur dibahas tuntas di lingkungan Bumi Langit. Belajar bagaimana kita hidup selaras alam dan tanpa menghasilkan residu di lingkungan.

Krisna, anak ketiga Pak Iskandar dan Ibu Dar adalah guru kami di kelas dan lapangan. Anak muda ini menimba ilmu dan pengalaman permakulturnya di Bali, Australia dan Jordan. Kami tidak hanya belajar dengan Krisna, Pak Iskandar dan Ibu Dar adalah guru2 kami juga yang selalu meluangkan waktunya untuk ngobrol apa saja. Saya beruntung bisa ngobrol banyak dengan Ibu Dar dan menikmati hari libur saya dengan ikut beliau belanja ke pasar tradisional Imogiri.


Saya betul2 menikmati hari2 belajar di Bumi Langit dan rasanya 2 minggu saya baru tahu sedikit tentang permakultur dan saya belum mencicipi semua makanan dan minuman yang enak di Warung Bumi...hahaha

Dengan bekal ilmu permakultur yang saya dapat dan tentunya saya harus belajar lebih banyak lagi, sebagai project pertama, saya akan mencoba mendesain sebuah lahan seluas 300 meter dengan di pekarangan rumah dengan prinsip permakultur dan si No.1 dan No.2 bersedia menjadi volunteer saya...yeay!

Terima kasih untuk Pak Iskandar yang sudah banyak mengajarkan bagaimana seharusnya kami sebagai khalifah yang mampu menjaga bumi dengan baik, Ibu Dar yang punya pengetahuan luar biasa tentang hutan, kebun dan apa saja yang bisa disajikan di meja makan, Krisna dan Tantra untuk ilmu dan obrolan2nya yang seru, Mbak Nung yang tanpa lelah mengakomodir kemauan 30 peserta yang super heboh, para volunteer yang mendukung kegiatan kami serta 29 peserta PDC November 2010, you rock! Banyak atau sedikit, mereka adalah guru-guru permakultur saya.

Saya ingin kembali ke Bumi Langit, ngobrol lagi dengan Pak Iskandar dan Ibu Dar, menikmati mie letek dan es krim vegan yang belum saya cicipi dan bercerita tentang project2 permaculture design saya serta mewujudkan mimpi pak Iskandar untuk menjadikan tempat2 peserta yang pernah belajar di Bumi Langit sebagai tempat belajar permakultur dan mengundang Krisna dan teman2 sebagai guest lecture, InsyaAllah

Comments

Popular posts from this blog

Tukang pijat

Gado-gado

Kebiasaan baru