Belajar dari seorang bibi
Kami punya seorang bibi yang membantu pekerjaan rumah tangga sejak tahun 2015. Si bibi seorang janda beranak 2 dan sudah memiliki cucu. Masih cukup muda untuk ukuran perempuan seumurnya untuk punya cucu. Dia berniat bekerja agar bisa menghidupi dirinya dan ibunya di desa. Si bibi tinggal bersama kami dan kami ijinkan untuk pulang ke desa sebulan sekali atau kalau ada keperluan. Untuk standar pekerjaan, dia tidak memenuhi standar ibu saya yang sangat perfeksionis. Tapi buat saya, yang penting beberapa pekerjaan rumah bisa teratasi. Saya bertanggungjawab untuk memoles pekerjaan yang harus sempurna menurut standar ibu saya walaupun kadang tidak bisa saya penuhi juga. Tapi kami harus tetap bersyukur karena si bibi sudah banyak membantu. Beberapa bulan yang lalu, dia menangis karena anak perempuannya pergi menjadi seorang tenaga kerja ke Malaysia dan meninggalkan anaknya tanpa pamit. Perasaannya campur aduk dan dia bekerja sambil sesenggukan. Dia membayangkan nasib cuc...