Perpustakaan

Seperti kebiasaan anak2 ketika di New Zealand, hari Sabtu adalah hari dimana mereka biasa mengunjungi perpustakaan. Kebiasaan inipun ingin saya jalankan disini. Azka dan Miska senang sekali ketika saya mengungkapkan rencana untuk mengunjungi perpustakaan. Sebenarnya saya rada pesimis mereka akan senang berkunjung ke perpustakaan daerah tapi toh apa salahnya dicoba.

"This is the library mom?" tanya mereka heran. Padahal gedung perpustakaan daerah lumayanlah :) Memasuki gedung, saya seperti orang bego mencari petunjuk informasi. Aha! ada kerumunan orang yang memenuhi sebuah meja panjang. Kemudian saya langsung menanyakan kepada seorang petugas syarat menjadi anggota perpustakaan.

"Ini formulirnya bu. Satu lembar 300 perak. Apa anak2 ibu juga mau jadi anggota. Tapi harus ada tandatangan kepala sekolahnya". Jawab si petugas panjang lebar. "Anak saya sekolahnya dirumah. Apakah saya saja yang tandatangan". Terlihat wajah keheranan si petugas. "Ya sudah, ibu saja yang tandatangan" jawabnya masih dengan muka terheran2.

Kemudian saya membaca syarat menjadi anggota perpustakaan. What?! Pinjam buku hanya boleh 2 buah untuk 2 minggu. Di New Zealand mereka boleh pinjem semaunya selama mereka kuat menenteng tas penuh buku. Terus terang saya tidak ingin membandingkan tapi 2 buku itu terlalu sedikit. Anak2 bisa melahapnya dalam hitungan jam. Masa' saya mesti bolak-balik perpustakaan setiap hari hanya untuk meminjamkan buku2 lainnya.

Kemudian Azka dan Miska saya ajak keruangan yang khusus menyediakan buku anak2. Saya ajak mereka melihat jajaran rak2 buku yang ada. Saya sudah mulai membaca pikiran mereka. "These books are too old mom". This cabinet full of dust mom. Who gonna play the toys if they covered by dust" Aha! akhirnya komentar itu keluar juga. Saya tanyakan apakah mereka senang berada diperpustakaan dan jawab mereka "No, mom!" dengan mantab.

Akhirnya saya mengajak mereka pulang. Sebelum keluar dari ruangan, saya sempat melirik poster Tantowi Yahya yang jadi Duta Baca kalau tidak salah, dengan tulisan "Ibuku, perpustakaan pertamaku". Hmm...saya sudah tahu kesimpulannya ;)

Comments

Anonymous said…
yah begitulah Han, so sad ya .. tapi kalau compare sama nz ato negara maju lainnya, contohnya di sini deh, perpustakaan itu kan yg membiayai sebetulnya para residents juga, makanya mrk punya perpus canggih dan bagus ..

residents itu rata2 bayar government rates pertahun yg jumlahnya cukup aduhai, minimal $1300 sampai jmlh tertentu, tergantung property yg dipunya. uangnya masuk kas daerah (city council).. nah semuanya itu utk membiayai fasilitas kota masing2 spt park, jalanan, pju, termasuk library .. not to mention denda2 parkir ato tilang lalu lintas yg jumlahnya jutaan dollar per bulan, semua masuk kas council ..

jadi yaah maklum aja kalo perpus di ind belum secangih itu .. systemnya nggak jelas soalnya .. uang pajak daerah masuknya ke kas pejabat sih .. kikiki .. lagian penduduk nya kan nggak bayar pajak sebanyak orang2 di negara2 maju...

so ... bertahan sampai 3th ke depan ya anak2 .. hihii .. tonspil library nya banyak dan bagus2 lhooo ;-)

*ex townsviller* :-D
Anonymous said…
*ex townsviller* :-D

keknya, kenal nih ama yang ngasih komen di atas...

hebat nih anak2nya mbak hani, kalo anas ke library yang dicari malah dvd, hehe...
Anonymous said…
memprihatinkan mbak...jd tau keadaan perpus di lombok. kalo di jawa mungkin lbh bagus ya?

++retno
Linda said…
kebanyakan perpus emang membatasi buku yg dipinjam mbak. spt perpus di sekolah dan kampus
Anonymous said…
hehehe, jadi dapet rekomendasi dari Mbak Hani. Padahal baru aja mau ajak Nawfal ke Pusda karena baca berita di Lombok Pos (Pusdanya sekarang bagus dan rame).
L. Pralangga said…
Indeed, neng!
Ibu adalah perpustakaan anak, khusunya bila tingkat dukungan pemerintah pada perpustakaan dan sektor pendidikan secara umum masih memprihatinkan begini..

Bunda-nya harus sering2 mbaca dan cari refernsi di internet nih utk dijadikan bekal cerita ke anak2nya :)

Wah, PR juga buat si kampret ini nih.

PS: Aku dah balik dines ke negeri si bau kelek lagi per 2 minggu lalu, neng!
Anonymous said…
saya belum pernah ajak anak-anak ke perpus, dah kebayang ga nyaman duluan. Kami lebih senang ke toko buku yang konsepnya boleh baca di situ, ada tempat makan, tempat baca, tempat ngenet,anak-anak nyaman.sayangnya gabisa dipinjam bukunya.
salam kenal mbak hany...top deh!!!
Anonymous said…
artinya emake kudu beli buku... horeeee nanti adek dilara pinjam yaaaa
ambaradventure said…
pengen bikin perpus aja dirumah ya han..
Anonymous said…
:( menyedihkan yaaa... kebayang deh koleksi buku perpus yg super jadoel itu... hiks
Anonymous said…
Mba, salam kenal,
Mba Hani anak-anaknya HS ya, umur berapa?
Pernah juga ngalamin ke rumah baca yang jumlah bukunya sama dibatas juga, anak-anak jadi bingung buku mana yang akan mereka tinggalkan, sedangkan mereka dah pilih banyak banget.
kalo denger/ baca cerita bagaimana negara lain memfasilitasi yang namanya pendidikan. hmmmh ngiler deh.
Anonymous said…
Salam kenal mba Hani :)
Evy nemu blognya di list IMB member.
Btw, setuju tuh. Evy juga sering ngiler ama perpustakaan di luar negeri yah. Kapan gitu yah Indonesia bisa kayak gitu. Tapi gimanapun juga kita bisa juga kok membangun perpustakaan kecil-kecilan juga di rumah atau daerah sekitar rumah. Yeah dananya bisa dari kocek pribadi atau pake hubungan kerjasama dengan penerbit dll. Dipadukan dengan taman baca anak keknya seru itu. Evy punya perpustakaan online isinya ebook gratis (well, ebooknya hanya yang dikasih izin aja yg evy masukin). main2 aja ke sini http://pustaka-ebook.com
Semoga bermanfaat :)
Anonymous said…
wuaaahh anak2 udah terbiasa suka ke perpus di nz, jadinya membandingkan dengan di daerah ya.. tapi memang itu lah kenyataannya...
aku sendiri malah belum pernah ke perpustakaan umum... entah karena malas atau emang ga minat..padahal doyan baca :)
Anonymous said…
KupuBuku! Mitra pengembangan perpustakaan sekolah desa.

Maaf, Mbak Han. Blognya jadi ajang promosi, nih, mengenalkan KupuBuku. Mungkin teman2 lain berminat juga untuk mengembangkannya.

KupuBuku adalah nama rancangan untuk lembaga (istilah ini lebih keren dari organisasi; ingat pada lembaga kacang: awal dari pertumbuhan) yang bertujuan memberdayakan perpustakaan sekolah di pedesaan. Sekali lagi, lembaga ini baru pada tahap rancangan.
Dukungan dari teman2 untuk pengembangan lembaga ini sangat diharapkan. Minimal, teman2 bisa gabung di Cause-nya FaceBook.

Negara2 maju sudah berevolusi sedemikian rupa sehingga mereka bisa memiliki perpustakaan yang aduhai seperti sekarang. Kita masih terus berevolusi menuju Indonesia yang lebih baik, supaya hasilnya bisa dinikmati generasi mendatang.

Trims,
Sis

Popular posts from this blog

Tukang pijat

Gado-gado

Kebiasaan baru