My bestfriend

Pertemuan tidak sengaja dalam penerbangan Los Angeles-Denpasar tahun 1993 adalah awal persahabatan kami. Ketika itu saya sedang membaca majalah Skin Diver dan tiba2 seorang wanita menyapa "You are reading diver's magazine. Are you a diver?". Sambil tersenyum saya menjawab pendek "Yup!". Sepertinya dia sangat surprise sambil berkata "Well, I am a diver, too". Kali ini saya yang jadi ikut2an surprise karena ketemu seorang diver yang usianya diatas usia ibu saya. Kemudian dia minta ijin apakah dia boleh duduk disamping saya karena kebetulan seat sebelah saya kosong.

Namanya Sonja VanBuuren, dari namanya sudah ketahuan khan kalau dia orang Belanda. Kedatangannya ke Indonesia bersama suaminya, Jan, selain ingin diving , Jan dan Sonja ingin nostalgia ke Malang. Jan sendiri kelahiran Jakarta. Orangtua mereka adalah orang2 Belanda sipil yang mengerjakan proyek2 pembanguan di beberapa daerah di Indonesia.

Setelah saling tukar informasi kami berpisah di airport Ngurah Rai dan berjanji untuk ketemu di Ambon, karena trip mereka berikutnya adalah diving di Ambon. Sayang waktu ke Ambon, kami tidak ketemu karena kebetulan waktu itu saya lagi ada di Pulau Seram. Tapi Jan dan Sonja selalu kirim kabar dan cerita kemanapun mereka trip untuk diving. Hampir setiap tahun mereka punya trip untuk diving ke Indonesia. They love Indonesia so much!

Tahun 1998, mereka ke Lombok. Pengen diving sekalian lihat cucu2nya, katanya. Senang bisa ketemu mereka lagi. Karena 5 tahun tidak bertemu, Sonja peluk saya dan suami erat sekali, seperti seorang ibu yang menemukan kembali anak2nya yang hilang. Kami saling bercerita hingga larut malam. Ketika saya ceritakan, kalau 1 set kamera bawah air saya hilang, naga2nya lebih sedih si Sonja deh daripada saya waktu saya kehilangan kamera itu...hehehe. Sampai2 dia menawarkan kalau saya mau pakai salah satu koleksi kamera bawah airnya. Ah, mereka seperti orangtua saya sendiri, rasanya. Khansa dan Tsaqifpun seperti bertemu kakek-neneknya sendiri. Diajak bercerita sambil melihat koleksi foto2 bawah air mereka. Khansa dan Tsaqif sendiri memanggil opa dan oma untuk Jan dan Sonja.

Hampir seluruh tempat menyelam yang punya nama di dunia sudah mereka selami. Ketika ditanya, dimana tempat favorit mereka, mereka jawab serentak...Indonesia! Padahal kalau mereka cerita tentang Red Sea , aduuuh rasanya ampe ngiler pengen bisa diving disana juga. Great Barrier Reef di Australia mereka bilang biasa2 aja. Waks! Wah sekelas Grear Barrier Reef mereka bilang biasa2 aja, ini mah luar biasa buat saya...hehehe. Kalau soal pengelolaan, memang Great Barrier Reef patut diajungin jempol, tapi kekayaan bawah lautnya...still Indonesia, begitu penjelasannya.

Karena setiap trip diving ke Indonesia selalu transit di Bali, mereka selalu menyempatkan waktu untuk terbang ke Lombok. Mereka adalah fotografer dan lebih suka dibilang amatiran, padahal hasilnya pro banget dan Sonja pernah memenangkan penghargaan dari The Ocean Conservancy segala. Saya menyarankan, kenapa mereka tidak buat buku saja sekalian karena melihat fotonya yang jumlahnya ribuan. Sonja bilang publishing buku di Amerika (Jan dan Sonja sudah jadi warga negara Amerika) sangat mahal. Tapi kebetulan waktu trip mereka ke Kupang-Sorong, Sonja ketemu dengan Bret Gilliam, dari majalah Fathoms yang tertarik dan bersedia publish foto2 mereka untuk edisi September 2004. Rencana mereka selanjutnya, melelang hasil2 fotonya tiap tahun untuk kepentingan marine conservation. Sayapun ingin sekali menghadiahkan sebuah website tentang mereka, tentang kecintaan mereka akan Indonesia terutama keindahan bawah laut negeri ini yang mereka abadikan dalam foto. Karena saya sendiri belum bisa buat website jadi keinginan itu tersimpan rapi dalam benak saya. Mungkin ada yang mau bantu?

Anyway, sekarang Jan dan Sonja lagi ada di Kungkungan Bay Resort di Bitung, Sulawesi Utara, bersama anak dan cucunya (cucu beneran...hehehe) dan setelah itu kita akan ketemu di Bali minggu depan. Cann't wait to see them soon.

Comments

Popular posts from this blog

Tukang pijat

Gado-gado

Kebiasaan baru